Minggu, 09 Mei 2010

Bioremediasi Minyak Bumi

  
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri) atau penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi  polutan di lingkungan. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol,  mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Yang termasuk dalam polutan-polutan antara lain :
1. Logam-logam berat,
2. Petroleum hidrokarbon, dan
3. Senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida dll. 
Tujuan Bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Kelebihan teknologi ini adalah:
1. Relatif lebih ramah lingkungan,
2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah
3. Bersifat fleksibel. 
Saat bioremediasi terjadi, enzim” yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:
1.      Seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)          
2.      Feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Bioremediasi terbagi dua, yaitu :
1. In situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar.
2. Ex situ : tanah tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.
Bioremediasi ex-situ bisa lebih cepat dan mudah dikontrol. Dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam. Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
1. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
2. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
3. Penerapan immobilized enzymes
4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Limbah minyak yang berasal dari minyak mentah (crude oil) terdiri dari ribuan konstituen pembentuk yang secara struktur kimia dapat dibagi menjadi lima famili:
a.  Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons), merupakan kelompok minyak yang dicirikan dengan adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang atau membentuk siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh (tidak memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini adalah golongan alkana (paraffin), yang mewakili 10-40 % komposisi minyak mentah. Senyawa alkana bercabang (branched alkanes) biasanya terdiri dari alkana bercabang satu ataupun bercabang banyak (isoprenoid), contoh dari senyawa ini adalah pristana, phytana yang terbentuk dari sisa-sisa pigment chlorofil dari tumbuhan. Kelompok terakhir dari famili ini adalah napthana (Napthenes) atau disebut juga cycloalkanes atau cycloparaffin. Kelompok ini secara umum disusun oleh siklopentana dan siklohexana yang masanya mewakili 30-50% dari massa total minyak mentah.
b.  Aromatik (Aromatics). Famili minyak ini adalah kelas hidrokarbon dengan karakteritik cincin yang tersusun dari enam atom karbon.  Kelompok ini terdiri dari benzene beserta turunannya (monoaromatik dan polyalkil), naphtalena (2 ring aromatik), phenanthren (3 ring), pyren, benzanthracen, chrysen (4 ring) serta senyawa lain dengan 5-6 ring aromatic. Aromatik ini merupakan komponen minyak mentah yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan bioavaibilitas yang dapat menyebabkan terpaparnya organisma didalam matrik tanah ataupun pada badan air. Jumlah relative hidrokarbon aromatic didalam mnyak mentah bervariasi dari 10-30 %.
c.  Asphalten dan Resin.  Selain empat komponen utama penyusun minyak tersebut di atas, minyak juga dikarakterisasikan oleh adanya komponen-komponen lain seperti aspal (asphalt) dan resin (5-20 %) yang merupakan komponen berat dengan struktur kimia yang kompleks berupa siklik aromatic terkondensasi dengan lebih dari lima ring aromatic dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga senyawa-senyawa tersebut memiliki polaritas yang tinggi.
d. Komponen non-hidrokarbon. Kelompok senyawa non-hidrokarbon terdapat dalam jumlah yang relative kecil, kecuali untuk jenis petrol berat (heavy crude). Komponen non-hidrokarbon adalah nitrogen, sulfur, dan oksigen, yang biasanya disingkat sebagai NSO. Biasanya sulphur lebih dominant disbanding nitrogen dan oxygen, sebaga contoh, minyak mentah dari Erika tanker mengandung kadar S, N dn O berturut-turut sebesar 2.5, 1.7, dan 0.4 % (Baars, 2002).
e.  Porphyrine. Senyawa ini berasal dari degradasi klorofil yang berbentuk komplek Vanadium (V) dan Nikel (Ni).
Proses transformasi oil spill di laut yaitu ketika oil spill terjadi di lingkungan laut, minyak akan mengalami serangkaian perubahan/pelapukan (weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di permukaan laut. Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk itu tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan proses peluruhan (weathering) minyak secara alamiah.
Penangannan tumpahan minyak (oil spill), penanganan secara fisika adalah perlakuan pertama dengan cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima "reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun balon. Salah satu kelemahan dari metoda adalah hanya dapat dipakai secara efektif di perairan yang memiliki hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang tidak ekstrem.
Banyak penanggulangan tumpahan minyak berdasarkan prosedur membersihkan fisik, seperti minyak mekanik removal, tekanan tinggi atau menyiram air panas, dan sedimen relokasi, telah dilaporkan untuk melakukan lebih banyak ruginya daripada habitat yang baik untuk lahan basah. Semua metode fisik yang tetap sebagai pilihan untuk digunakan pada lingkungan lahan basah laut membutuhkan beberapa hati-hati selama penggelaran untuk meminimalkan lingkungan kerusakan.
Booming dan sorbents - Gunakan kicauan untuk mengandung dan mengontrol pergerakan minyak mengambang di tepi lahan basah dan penghapusan minyak oleh adsorpsi ke bahan oleophilic ditempatkan di zona intertidal. Metode ini dapat menjadi strategi yang efektif untuk mencegah minyak mengambang mencapai habitat sensitif dengan sedikit gangguan fisik jika lalu lintas dari pembersihan awak secara ketat dikontrol.
Lowpressure memerah - Minyak adalah memerah dengan ambient-air laut pada tekanan lessthan 200 kpa atau 50 psi ke tepi air untuk dihapus (NOAA, 1992). Teknik ini dapat digunakan selektif untuk penghapusan cepat lokal meminyaki berat dengan kerusakan minimal untuk lahan basah vegetasi. Namun, potensi untuk melepaskan minyak ke dalam sedimen dan air berdekatan tubuh harus dianggap termasuk tindakan penahanan yang tepat.
Cutting vegetasi - vegetasi Cutting mungkin teknik pembersihan yang berguna untuk menghapus minyak yang membentuk lapisan tebal pada vegetasi dan untuk mencegah meminyaki sensitif satwa liar (Baker, 1989, NOAA 1992). Namun, kelayakan metode ini sangat tergantung pada musim di mana terjadi tumpahan. Secara umum, pemotongan musim dingin mati berdiri vegetasi memiliki sedikit subsequence efek pada pertumbuhan, tapi memotong musim panas dapat menyebabkan kerusakan besar pada pertumbuhan kembali tanaman dan lahan basah pantai mengakibatkan erosi. Penggunaan memotong juga harus dihindari segera sebelum kenaikan yang diantisipasi karena pemotongan kadar air diikuti dengan banjir bisa memotong diperlukan oksigen ke akar tanaman (Pezeshki et al., 2000). Upaya juga harus dibuat untuk meminimalkan kerusakan yang tak terelakkan karena lalu lintas
Stripping - Stripping permukaan sedimen dapat menyebabkan lingkungan yang parah impactsandmay hanya dapat dipertimbangkan dalam kasus yang sangat diminyaki lahan basah di mana minyak dalam endapan adalah mungkin untuk membunuh tanaman vegetasi dan mencegah pertumbuhan kembali. Untuk meminimalkan erosi dan habitat kerugian, sangat penting untuk mengikuti melucuti oleh endapan pemulihan elevasi dan penanaman kembali spesies dari lahan basah (Krebs & Tanner, 1981).
Metode kimia belum digunakan secara luas di Amerika Serikat terutama disebabkan oleh kekhawatiran toksisitas mereka dan jangka panjang dampak lingkungan. Namun, dengan perkembangan yang kurang beracun agen kimia, potensi untuk aplikasi mereka akan meningkat.
Dispersants - Dispersants adalah bahan kimia yang mempromosikan dispersi minyak mengambang fromthe permukaan air ke dalam kolom air. Bidang studi telah menunjukkan bahwa penerapan dispersants di perairan pantai dekat dapat secara signifikan mengurangi retensi minyak dalam intertidal zone dan, oleh karena itu, dampak untuk tanaman lahan basah (Duke et al., 2000; Getter & Ballou, 1985). Namun, penggunaan di dekat pantai dispersants air bisa jangka pendek efek racun pada habitat pesisir yang berdekatan, seperti binatang subtidal masyarakat. Langsung penyemprotan atau kontak dispersants dengan tanaman lahan basah mungkin juga memiliki efek berbahaya vegetasi (Wardrop et al., 1987).
Cleaners - Cleaners adalah bahan kimia yang membantu mencuci minyak dari permukaan terkontaminasi. Ini formulasi telah digunakan dengan tekanan rendah untuk memfasilitasi operasi disiram minyak penghapusan dari vegetasi lahan basah. Penelitian telah menunjukkan bahwa penerapan pembersih dapat mencegah kematian garam rawa dan bakau (Pezeshki et al., 1995; Teas et al., 1993). Akan tetapi, Penggunaannya telah mereka terbatas karena kurangnya data yang tersedia sehubungan dengan panjang efek jangka pada habitat lahan basah. Selain itu, kekhawatiran telah diekspresikan melalui transfer ke ofoil yang nearshore perairan.
Bakteri Pseudomonas sp dan Bacillus sp merupakan bakteri yang dominan dalam mendegradasi hidrokarbon minyak bumi.


Daftar Pustaka

Ramadhany, Dedy. 2009. Bioremediasi. http://dydear.multiply.com/journal/item/11. [online]. 12 November 2009.
Syakti, Agung Damar. 2008. Multi-Proses Remediasi di Dalam Penanganan Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut dan Pesisir. http://pksplipb.or.id. [online]. 12 November 2009.
Zhu, Xueqing. 2004. Pedoman Untuk Bioremediasi of Garam Terkontaminasi Minyak Rawa. www.google.com. [online]. 12 November 2009.
Sumastri. Bioremediasi Lumpur Minyak Bumi Secara Pengomposan Menggunakan Kultur Bakteri Hasil Seleksi. [online]. 12 November 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar