Minggu, 09 Mei 2010

Bioremediasi Minyak Bumi

  
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri) atau penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi  polutan di lingkungan. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol,  mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Yang termasuk dalam polutan-polutan antara lain :
1. Logam-logam berat,
2. Petroleum hidrokarbon, dan
3. Senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida dll. 
Tujuan Bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Kelebihan teknologi ini adalah:
1. Relatif lebih ramah lingkungan,
2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah
3. Bersifat fleksibel. 
Saat bioremediasi terjadi, enzim” yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:
1.      Seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)          
2.      Feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Bioremediasi terbagi dua, yaitu :
1. In situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar.
2. Ex situ : tanah tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.
Bioremediasi ex-situ bisa lebih cepat dan mudah dikontrol. Dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam. Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
1. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
2. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
3. Penerapan immobilized enzymes
4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Limbah minyak yang berasal dari minyak mentah (crude oil) terdiri dari ribuan konstituen pembentuk yang secara struktur kimia dapat dibagi menjadi lima famili:
a.  Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons), merupakan kelompok minyak yang dicirikan dengan adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang atau membentuk siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh (tidak memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini adalah golongan alkana (paraffin), yang mewakili 10-40 % komposisi minyak mentah. Senyawa alkana bercabang (branched alkanes) biasanya terdiri dari alkana bercabang satu ataupun bercabang banyak (isoprenoid), contoh dari senyawa ini adalah pristana, phytana yang terbentuk dari sisa-sisa pigment chlorofil dari tumbuhan. Kelompok terakhir dari famili ini adalah napthana (Napthenes) atau disebut juga cycloalkanes atau cycloparaffin. Kelompok ini secara umum disusun oleh siklopentana dan siklohexana yang masanya mewakili 30-50% dari massa total minyak mentah.
b.  Aromatik (Aromatics). Famili minyak ini adalah kelas hidrokarbon dengan karakteritik cincin yang tersusun dari enam atom karbon.  Kelompok ini terdiri dari benzene beserta turunannya (monoaromatik dan polyalkil), naphtalena (2 ring aromatik), phenanthren (3 ring), pyren, benzanthracen, chrysen (4 ring) serta senyawa lain dengan 5-6 ring aromatic. Aromatik ini merupakan komponen minyak mentah yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan bioavaibilitas yang dapat menyebabkan terpaparnya organisma didalam matrik tanah ataupun pada badan air. Jumlah relative hidrokarbon aromatic didalam mnyak mentah bervariasi dari 10-30 %.
c.  Asphalten dan Resin.  Selain empat komponen utama penyusun minyak tersebut di atas, minyak juga dikarakterisasikan oleh adanya komponen-komponen lain seperti aspal (asphalt) dan resin (5-20 %) yang merupakan komponen berat dengan struktur kimia yang kompleks berupa siklik aromatic terkondensasi dengan lebih dari lima ring aromatic dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga senyawa-senyawa tersebut memiliki polaritas yang tinggi.
d. Komponen non-hidrokarbon. Kelompok senyawa non-hidrokarbon terdapat dalam jumlah yang relative kecil, kecuali untuk jenis petrol berat (heavy crude). Komponen non-hidrokarbon adalah nitrogen, sulfur, dan oksigen, yang biasanya disingkat sebagai NSO. Biasanya sulphur lebih dominant disbanding nitrogen dan oxygen, sebaga contoh, minyak mentah dari Erika tanker mengandung kadar S, N dn O berturut-turut sebesar 2.5, 1.7, dan 0.4 % (Baars, 2002).
e.  Porphyrine. Senyawa ini berasal dari degradasi klorofil yang berbentuk komplek Vanadium (V) dan Nikel (Ni).
Proses transformasi oil spill di laut yaitu ketika oil spill terjadi di lingkungan laut, minyak akan mengalami serangkaian perubahan/pelapukan (weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di permukaan laut. Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk itu tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan proses peluruhan (weathering) minyak secara alamiah.
Penangannan tumpahan minyak (oil spill), penanganan secara fisika adalah perlakuan pertama dengan cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima "reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun balon. Salah satu kelemahan dari metoda adalah hanya dapat dipakai secara efektif di perairan yang memiliki hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang tidak ekstrem.
Banyak penanggulangan tumpahan minyak berdasarkan prosedur membersihkan fisik, seperti minyak mekanik removal, tekanan tinggi atau menyiram air panas, dan sedimen relokasi, telah dilaporkan untuk melakukan lebih banyak ruginya daripada habitat yang baik untuk lahan basah. Semua metode fisik yang tetap sebagai pilihan untuk digunakan pada lingkungan lahan basah laut membutuhkan beberapa hati-hati selama penggelaran untuk meminimalkan lingkungan kerusakan.
Booming dan sorbents - Gunakan kicauan untuk mengandung dan mengontrol pergerakan minyak mengambang di tepi lahan basah dan penghapusan minyak oleh adsorpsi ke bahan oleophilic ditempatkan di zona intertidal. Metode ini dapat menjadi strategi yang efektif untuk mencegah minyak mengambang mencapai habitat sensitif dengan sedikit gangguan fisik jika lalu lintas dari pembersihan awak secara ketat dikontrol.
Lowpressure memerah - Minyak adalah memerah dengan ambient-air laut pada tekanan lessthan 200 kpa atau 50 psi ke tepi air untuk dihapus (NOAA, 1992). Teknik ini dapat digunakan selektif untuk penghapusan cepat lokal meminyaki berat dengan kerusakan minimal untuk lahan basah vegetasi. Namun, potensi untuk melepaskan minyak ke dalam sedimen dan air berdekatan tubuh harus dianggap termasuk tindakan penahanan yang tepat.
Cutting vegetasi - vegetasi Cutting mungkin teknik pembersihan yang berguna untuk menghapus minyak yang membentuk lapisan tebal pada vegetasi dan untuk mencegah meminyaki sensitif satwa liar (Baker, 1989, NOAA 1992). Namun, kelayakan metode ini sangat tergantung pada musim di mana terjadi tumpahan. Secara umum, pemotongan musim dingin mati berdiri vegetasi memiliki sedikit subsequence efek pada pertumbuhan, tapi memotong musim panas dapat menyebabkan kerusakan besar pada pertumbuhan kembali tanaman dan lahan basah pantai mengakibatkan erosi. Penggunaan memotong juga harus dihindari segera sebelum kenaikan yang diantisipasi karena pemotongan kadar air diikuti dengan banjir bisa memotong diperlukan oksigen ke akar tanaman (Pezeshki et al., 2000). Upaya juga harus dibuat untuk meminimalkan kerusakan yang tak terelakkan karena lalu lintas
Stripping - Stripping permukaan sedimen dapat menyebabkan lingkungan yang parah impactsandmay hanya dapat dipertimbangkan dalam kasus yang sangat diminyaki lahan basah di mana minyak dalam endapan adalah mungkin untuk membunuh tanaman vegetasi dan mencegah pertumbuhan kembali. Untuk meminimalkan erosi dan habitat kerugian, sangat penting untuk mengikuti melucuti oleh endapan pemulihan elevasi dan penanaman kembali spesies dari lahan basah (Krebs & Tanner, 1981).
Metode kimia belum digunakan secara luas di Amerika Serikat terutama disebabkan oleh kekhawatiran toksisitas mereka dan jangka panjang dampak lingkungan. Namun, dengan perkembangan yang kurang beracun agen kimia, potensi untuk aplikasi mereka akan meningkat.
Dispersants - Dispersants adalah bahan kimia yang mempromosikan dispersi minyak mengambang fromthe permukaan air ke dalam kolom air. Bidang studi telah menunjukkan bahwa penerapan dispersants di perairan pantai dekat dapat secara signifikan mengurangi retensi minyak dalam intertidal zone dan, oleh karena itu, dampak untuk tanaman lahan basah (Duke et al., 2000; Getter & Ballou, 1985). Namun, penggunaan di dekat pantai dispersants air bisa jangka pendek efek racun pada habitat pesisir yang berdekatan, seperti binatang subtidal masyarakat. Langsung penyemprotan atau kontak dispersants dengan tanaman lahan basah mungkin juga memiliki efek berbahaya vegetasi (Wardrop et al., 1987).
Cleaners - Cleaners adalah bahan kimia yang membantu mencuci minyak dari permukaan terkontaminasi. Ini formulasi telah digunakan dengan tekanan rendah untuk memfasilitasi operasi disiram minyak penghapusan dari vegetasi lahan basah. Penelitian telah menunjukkan bahwa penerapan pembersih dapat mencegah kematian garam rawa dan bakau (Pezeshki et al., 1995; Teas et al., 1993). Akan tetapi, Penggunaannya telah mereka terbatas karena kurangnya data yang tersedia sehubungan dengan panjang efek jangka pada habitat lahan basah. Selain itu, kekhawatiran telah diekspresikan melalui transfer ke ofoil yang nearshore perairan.
Bakteri Pseudomonas sp dan Bacillus sp merupakan bakteri yang dominan dalam mendegradasi hidrokarbon minyak bumi.


Daftar Pustaka

Ramadhany, Dedy. 2009. Bioremediasi. http://dydear.multiply.com/journal/item/11. [online]. 12 November 2009.
Syakti, Agung Damar. 2008. Multi-Proses Remediasi di Dalam Penanganan Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut dan Pesisir. http://pksplipb.or.id. [online]. 12 November 2009.
Zhu, Xueqing. 2004. Pedoman Untuk Bioremediasi of Garam Terkontaminasi Minyak Rawa. www.google.com. [online]. 12 November 2009.
Sumastri. Bioremediasi Lumpur Minyak Bumi Secara Pengomposan Menggunakan Kultur Bakteri Hasil Seleksi. [online]. 12 November 2009.
SAMPAH BANTAR GEBANG - BEKASI

Teori Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan mengenai pengelolaan sampah dan dampak negatif dari sampah, yaitu:

Ø Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Jana, N. K. Mardani dan I. W. Budiarsa Suyana mengenai analisis karakteristik sampah dan limbah cair pasar Bandung dalam upaya pemilihan sistem pengelolaannya, yang dilaksanakan pada tahun 2006. Penelitian tersebut merupakan penelitian cross sectional dengan analisis data yang dilakukan di lapangan dan laboratorium. Pengukuran kuantitas sampah dilakukan selama 1 minggu berturut-turut, sedangkan pengukuran karakteristik meliputi komposisi, kepadatan dan kadar air sampah dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran. Pengukuran kuantitas dan kualitas limbah cair dilakukan sebanyak 3 kali. Parameter limbah yang diukur adalah parameter kimia dan fisik yang meliputi BOD5 dengan metode elektroda, COD dengan metode titrimetrik, TSS dengan metode filter membran, serta parameter bakteriologis dengan metode MPN dengan tabung fermentasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa timbunan sampah pasar Bandung sebanyak 33,13 M3/ hari, yang terdiri dari 4 komponen, yaitu:

- Sampah organik sebesar 71,51%.

- Sampah plastic sebesar 14,61%.

- Smapah kertas dan karton sebesar 12,59%.

- Sampah sisa-sisa potongan kain sebesar 1,29% dengan densitas 2,44 kg/m3.

- Kadar air sampah mencapai 25,67%.

Perkiraan volume limbah cair yang dihasilkan pasar Bandung sebesar 49.056 L/ hari dengan kualitas limbah kelas III berdasarkan kandungan TSS dan terasuk ke dalam kualitas limbah IV berdasarkan kandungan BOD dan COD serta adanya indikator tinja manusia karena mengandung bakteri Coliform dan E. coli. Limbah cair ini yang memberikan beban pencemaran secara langsung terhadap kali Bandung. Berdasarkan karakteristik sampah yang di dapatkan, maka alternatif yang paling tepat diterapkan untuk untuk pengolahan sampah padasr Bandung adalah dengan melakukan pemilahan pada sumbernya kemudian sampah organik diolah dengan metode composting dan sampah anorganik dilakukan upaya daur ulang, sehingga kebutuhan TPA menjadi berkurang serta nilai ekonomis sampah bisa diangkat. Berdasarkan kualitas limbah cair, maka limbah cair yang dihasilkan pasar Bandung seharusnya dibuatkan suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara lengkap, sehingga tidak memberikan beban tambahan terhadap pencemaran kali Bandung.

Ø Penelitian mengenai studi komposisi sampah perkotaan di Negara-negara berkembang oleh sigit setiyo pramono. Jurnal penelitian tersebut membahas mengenai masalah sampah perkotaan yang dihadapi kota-kota bedar di Negara-negara berkembang. Persoalan sampah yang dihadapi tidak hanya persoalan teknis tetapi aspek sosial dan budaya. Pengolahan sampah pada umumnya yaitu dengan sistem kumpul angkut buang, sistem ini memiliki dampak lingkungan yang besar. Komposisi sampah di Negara-negara berkembang didominasi oleh sampah organik. Maka Negara berkembang harus merancang sistem pengelolaan sampah berbasis sistem pengomposan. Dan sistem ini dapat berubah sesuai dengan komposisi sampah yang dapat berubah menuju satu jenis sampah tertentu.

Ø Penelitian mengenai pemanfaatan sampah organik sebagai bioenergi serta pemurnian gas hasil produksi dengan teknik adsorpsi untuk mendapatkan sumber energi alternatif oleh Alwathan dan Fitriyana tahun 2009.

Perbedaan antara pengelolaan sampah dengan menggunakan pola lama dan pengolahan yang sesuai dengan undang-undang sampah.

Pola lama

Sesuai Undang-undang sampah

1. Kumpulkan dari sumber dan Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

2. Angkut dari sumber TPS ke TPA.

3. Timbun sampah di TPA dengan tanah.

4. Lupakan.

1. Batasi sejak dari sumber.

2. Pilah dan olah di sumber dan TPS untuk dimanfaatkan.

3. Kumpulkan dari sumber dan TPS secara terpilah.

4. Angkut dari sumber dan TPS ke tempat pengolahan, TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu), atau TPA secara terpilah.

5. Olah di tempat pengolahan dan TPST untuk dimanfaatkan.

Komposting merupakan suatu metode termudah untuk menangani sampah organik rumah tangga menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Keuntungan dari metode komposting yaitu:

a. Mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.

b. Mengendalikan nutrisi ke tanah seperti material organik, fosfor, potassium, nitrogen, dan mineral.

c. Meningkatkan daya serap air dan memperbaiki porositas tanah.

Sedangkan kerugian dari metode komposting yaitu terdapat pengurangan volum sampah belum secara signifikan terjadi dan menimbulkan baud an serangga jika penanganannya tidak tepat.

Sumber-sumber sampah rumah tangga dapat dikurangi yaitu dengan metode 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Metode 3R merupakan suatu metode dimana penanganannya mempunyai beberapa opsi, yaitu:

- Reuse (penggunaan ulang) yaitu kegiatan penggunaan kembali sampah yang masing dapat digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain, contohnya: botol bekas minuman dirubah fungsi menjadi tempat minyak goreng, ban bekas dimodifikasi menjadi kursi dan pot bungga.

- Reduce (mengurangi) yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah, contohnya: ketika belanja membawa kantong dari rumah, dapat mengurangi kemasan yang tidak perlu menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang, misalnya bungkus nasi menggunakan daun pisang atau daun jati.

- Recycle (mendaur ulang) yaitu mengolah sampah menjadi produk baru, contohnya sampah kertas diolah menjadi kertas daur ulang, smapah plastic kresek diolah menjadi kantong kresek , smapah organik diolah menjadi kompos.

Keuntungan dari metode 3R yaitu dapat mengurangi volum smapah organik yang dibuang ke TPA dan dapat dijual kembali sehingga mempunyai nilai ekonomi. Sedangkan kerugian yang didapat dari metode 3R adalah pengurangan volum smapah belum secara signifikan terjadi.

Metode waste to energy merupakan metode penanganan sampah dengan menjadikan bahan bakar alternatif. Contohnya adalah kompor yang dinyalakan dengan mengggunakan bahan bakar sampah. Keuntungan yang didapat dari metode ini adalah dapat mengurangi volum sampah organik yang dibuang ke TPA dan mengurangi biaya pembelian minyak tanah yang semakin langka dan mahal. Sedangkan kerugian dari metode waste to energi yaitu pengurangan volum sampah belum secara signifikan terjadi.


Studi Literatur

Dampak TPA Bantargebang terhadap lingkungan dan masyarakat

Terdapat peranan masyarakat sekitar untuk mengurangi dapak negatif dari keberadaan sampah, masyarakat yang melakukan pengelolaan sampah dengan metode 3R diantaranya yaitu:

- Kegiatan mengurangi, memanfaatkan kembali, mendaur ulang sampah, pengomposan organik serta penghijauan di kampong Banjasari, kelurahan Banjasari Cilandak Jakarta Selatan di Jalan Fatmawati. Keberhasilan dari kegiatan pengoposan dan daur ulang sampah anorganik yang dilakukan mampu menurunkan volum sampah yang dibubang ke TPA Bantargebang hingga 50%.

- Kegiatan pengelolaan sampah di kawasan perumahan Mustika Tigaraksa kabupaten Tanggerang yang dilaksanakan oleh Bina Ekonomi Sosial Terpadu (BEST) LSM, telah melakukan kegiatan pemilahan, mendaur ulang sampah, pengomposan organik yang berada di TPS. Kegiatan pemilahan dan daur ulang sampah yang dilakukan mampu menurunkan volum sampah yang dibuang ke TPA hingga 54%.

- Kegiatan pengembangan teknologi pengomposan untuk masyarakat di Jakarta dan sekitarnya yang berlokasi di kebun karinda, lebak bulus Jakarta Selatan, melakukan kegiatan-kegiatan seperti pelatihan pengelolaan sapah dan penghijauan, pengomposan sampah sampah rumah tangga, pembibitan tanaman pelindung, tanaman hias dan tanaman obat. Kegiatan pengomposan yang dilakukan mampu memproduksi kompos sebesar 4 ton/ tahun dan mengurangi volum sampah rumah tangga sebesar 30-40%.

- Kegiatan penanaman obat keluarga, pengomposan skala kawasan, produksi kerajinan dari plastic, botol, kertas dan kulit telur di Pondok Pekayon Indah Bekasi Selatan. Kegiatan pengomposan yang dilakukan mampu memproduksi kompos sebesar 2.000 kg/ bulan dengan bahan baku 6000 kg sampah organik dan kegiatan daur ulang mampu mengurangi volum sampah yang dibuang ke TPA Bantargebang hingga 70%.

- Kegiatan penanaman obat keluarga, pengomposan skala kawasan berlokasi di perumahan Cipinang Elok Jakarta Timur. Kegiatan pengomposan yang dilakukan mampu memproduksi kompos sebesar 2-3 m3/ hari dengan volum sampah setiap harinya 14-15 m3/ hari, komposisi sampah organik ± 5 m3 dan samapah anorganik ± 9 m3. Dengan pengomposan sampah dapat mengurangi volum sampah yang dibuang ke TPA Bantargebang hingga 30%.

Teknologi pengelolaan sampah

Untuk mengurangi dampak negatif dari bertambahnya sampah di TPA Bantargebang, pemerintah harus dapat mengelolanya dengan mengolahnya menggunakan teknologi yang modern. Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan suatu sistem baru untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Nama sistem tersebut adalah Reusable Sanitary Landfill (RSL), sistem ini merupakan sistem penyempurna dari sistem yang pernah digunakan sebelumnya di TPA Bantargebang. RSL merupakan sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah Padat (SRPSP). RSL dapat mengontrol emisi liquid atau air rembesan sehingga sampah tidak sampai mencemari air tanah. Sistem ini mampu mengontrol emisi gas metan, karbondioksida atau gas berbahaya lainnya akibat proses pemadatan sampah. RSL juga dapat mengontrol populasi lalat di sekitar TPA sehingga dapat mencegah penebaran bibit penyakit.

Cara kerja dari RSL yaitu dengan menumpukan sampah dalam satu lahan, lahan yang digunakan sebelumnya harus digali dan tanah liatnya dipadatkan, lahan ini disebut sebagai ground liner. Setelah tanah liat dipadatkan, kemudian tanah liat dilapisi dengan geo membran yaitu lapisan mirip pelastik berwarna dengan ketebalan 2,5 mm yang terbuat dari High Density Polytilin (HDP) yaitu satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini yang akan menahan air lindi (air kotor berbau yang berasal dari sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo tekstil untuk memfilter kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi, kemudian secera berkala air lindi dikeringkan.

Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk di atas lapisan geo tekstile kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses pembusukan sampah, tanpa oksigen. Lapisan geo membran akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan. Radiasinya akan membunuh lalat dan telur-telurnya di sekitar sampah. Jika truk sampah yang bentuknya tertutup dicuci setiap kali mengangkut sampah akan mengurangi penebaran bau ke lokasi TPA. Sebenarnya pengolahan sampah seperti ini sudah biasa dilaksanakan di TPA Bantargebang, hanya saja pada zona I TPA Bantargebang ground iner tidak menggunakan geo membran untuk menahan air lindi. Sehingga terjadi kebocoran yang menyebabkan pencemaran air serta pencemaran udara.

Terdapat tekhnologi yang mampu mengubah sampah menjadi listrik, namun tekhnologi ini masih belum dapat di terapkan di Indonesia karena biaya dan perawatannya yang mahal. Tekhnologi ini digunakan untuk mengolah sampah rumah tangga agar dapat menghasilkan energi panas dan listrik.

Pembahasan

Sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah di TPA Bantargebang menggunakan cara pola lama yaitu menggumpulkan sampah-sampah dari berbagai Tempat Pembuangan Sampah (TPS) kemudian diangkut ke TPA, di dalam TPA ditimbun dengan menggunakan tanah. Tetapi sebagian sampah dapat diolah kembali seperti sampah pelastik, kaleng, dan sampah organik dapat dijadikan pupuk.

Pengolahan sampah di TPA Bantargebang yaitu dengan sistem tumpuk dan timbun. Sampah yang dikumpulkan dari berbagai TPS di DKI Jakarta dan Bekasi di kumpulkan disuatu tempat penampungan akhir di TPA Bantargebang. Setelah itu sampah dikumpulkan, jika volum nya sudah banyak lalu dikeruk dengan menggunakan tanah dan dikuburkan, setiap tumpukan tanah yang berisi sampah diberi pipa supaya gas-gas seperti metana dapat keluar dan tidak menimbulkan ledakan pada tanah. Pembuangan sampah TPA Bantargebang terdiri dari beberapa blok pembuangan. Setiap pembuangan sampah harus memenuhi satu blok kemudian setelah blok tersebut penuh mencapai volum maksimumnya lalu ditimbun dengan menggunakan tanah. Selanjutnya dapat mengisi blok lainnya dyang masih kosong.

Di dalam TPA Bantargebang terdapat pabrik pengomposan sampah-sampah organic untuk dijadikan sebagai pupuk. Selain itu terdapat banyak pekerja pemulung untuk mengangkut sampah-sampah yang dapat di daur ulang. Sampah-sampah tersebut dikumpulkan oleh pemulung untuk dikirimkan kepada penadah. Kemudian penadah tersebut mengolahnya untuk dikirimkan ke pabrik pengolahan plastik, kaca, kaleng daur ulang. Sebelum samapah dibuang kedalam TPA Bantargebang setiap truk pembuangan sampah ditimbang dahulu volum sampah yang di dapatnya. Setelah ditimbang truk-truk sampah yang masuk pada TPA Bantar gebang mengantri untuk membuangkan sampahnya pada blok pembuangan.

Polusi yang dihasilkan dari keberadaan TPA Bantargebang sangat bermacam mulai dari dari polusi udara, air, dan tanah. Polusi air ditimbulkan dari limbah cair hasil tumpukan sampah-sampah, polusi udara ditimbulkan dari bau yang berasal dari tumpukan sampah, sedangkan polusi tanah ditimbulkan dari tumpukan sampah yang ditimbun oleh tanah sehingga menimbulkan polusi tanah. Limbah cair yang dihasilkan dari tumpukan tanah berwarna coklat, berminyak dan berbau. Pada pabrik pengomposan sampah organik banyak mengeluarkan limbah cair tersebut yang langsung dibuang ke selokan atau sungai kecil tanpa adanya perlakuan terlebih dahulu.

Lingkungan disekitar TPA Bantargebang merupakan lingkungan yang tidak sehat, hal ini dapat dilihat dari sejumlah masyarakat yang tingggal di atas tumpukan sampah. Ditempat tersebut tanah asli sedikit, sebagian lagi merupakan hasil dari tumpukan sampah. Sumber air di daerah itu berasal dari air tanah, namun sumber air tersebut hanya dapat ditemukan pada bagian lahan tanah asli. Kualitas dari sumber air tersebut sangat kurang, hanya dapat digunakan untuk mandi,mencuci, dan memasak, tetapi tidak dapat digunakan untuk air minum. Air minum yang mereka gunakan berasal dari tempat pengisian ulang air galon.

Keadaan masyarakat disekitar TPA Bantargebang termasuk dalam kondisi sehat, walaupun keadaan disekitar kurang memadai. Kondisi tersebut terjadi karena pola hidup masyarakat yang sudah terbiasa dengan ruang lingkup disekitar yang tidak memenuhi standar kesehatan. Masyarakat sekitar biasa terjangkit oleh penyakit flu dan batuk. Sedangkan penyakit pencernaan dan kulit jarang ditumukan sebab daya tahan tubuh masyarakat disekitar lebih kuat dari pada masyarakat yang jauh dari lingkup TPA. Pemerintah memberikan jaminan kesehatan gratis untuk masyarakat disekitar TPA Bantargebang.

Sistem pendidikan masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Bantargebang mendapatkan fasilitas gratis, tetapi hanya sampai SD kelas 6. Tetapi untuk SD kelas 6 baru dibebas biayakan pada 1 tahun terakhir ini. Hanya 80% anak-anak di lingkup TPA Bantargebang yang mengikuti sekolah.

Acara rutinitas tahunan masyarakat daerah tersebut adalah memperingati tahun baru islam 1 Hijriah yang mereka sebut malam 1 Suro. Mayoritas penduduk di sekitar TPA Bantargebang adalah pendatang dari Indramayu sebanyak 60% sedangkan sisanya dari Semarang dan Kerawang. Di tempat tersebut terbagi menjadi beberapa bagian atau disebut juga blok, setiap bagian dihuni oleh 200 kepala keluarga. Jumlah keseluruhan dari kepala keluarga tiap bagian adalah 6000 pemulung. Matapencarian dari masyarakat setempat adalah sebagai pemulung. Malam 1 Suro merupakan suatu acara tahun baru islam sekaligus untuk meningkatkan silaturahmi masyarakat setempat. Acara tersebut diisi oleh pengajian, doa bersama dan makan bersama, yaitu makan bubur suro bersama-sama. Bubur suro merupakan makanan khas Inderamayu yang terdiri dari rempah-rempah seperti sereh, kunyit, dsb. Juga di dalamnya terdapat sayur-sayuran seperti terong, kacang panjang, dan emes. Cara memasaknya yaitu menggunakan kuali besar dan tungku.

Sampah yang biasa mereka ambil diklasifikasikan menjadi beberapa macam,misalkan seperti sampah pelastik, botol pelastik, botol kaca dan kaleng minuman. Tetapi yang dibahas di dalam makalah ini adalah daur ulang sampah pelastik. Sampah-sampah pelastik yang diambil oleh pemulung dikumpulkan pada penadah, penedah tersebut dalam bebrapa bagian sesuai dengan tujuan pengiriman. Fungsi dari penadah tersebut adalah untuk mengumpulkan pelastik-palastik dari berbagai pemulung, membersihkan pelastik-pelastik, dan memisahkannya dalam 3 kelompok. Pembagian sampah pelastik berdasarkan warna pelastik tersebut yaitu sampah pelastik berwarna bening, warna hitam dan pelastik berwarna. Kemudian setelah itu plastik yang panjang dipotong menjadi 2 bagian dengan menggunakan pisau istilah yang mereka gunakan untuk memotong pelastik adalah nyobek-nyobek, kemudian dipisahkan sesuai dengan warna plastic tersebut istilahnya adalah parte. Kemudian dicuci dengan menggunakan mesin pencuci pelastik, encucian dilakukan dengan menggunakan 2 buah bak, bak pertama sebagai pembersih pelastik dari kotoran dengan sabun pencuci, bak kedua sebagai pembilas antara pelastik dengan sabun, selanjutnya plastic tersebut dipakan atau disebut juga dibal kemudian dijemur agar cepat kering. Untuk pengiriman setiap bal ditimbang harus dibawah 50 kg. setelah semuanya selesai kemudian dikirim ke pabrik-pabrik pendaur ulang pelastik, salah satunya di daerah cibubur. Di pabrik tersebut sampah pelastik dibekukan kemudian hasil akhir berupa bijih pelastik yang akan di ekspor ke luar dan juga digunakan untuk domestik. Harga penjualan sampah pelastik per kg :

1 kg transparan : 3.200/kg

Berwarna : 1.700/kg

Hitam : 2.000/kg

Pembuangan limbah dari tempat pembersihan pelastik langsung ke sungai tanpa ada pengolahan terlebih dahulu.